Tips Unmasking I: Teori Sendok

Beberapa minggu yang lalu kita sudah membahas tentang apa itu Masking, Camouflaging, dan Passing. Sekarang saya akan memberi tips untuk memudahkan kamu atau orang autistik di sekitarmu yang sedang masking. Tetapi saya sadar bahwa solusi camouflaging/masking lebih kompleks dari yang saya pikir. Berhari-hari saya mencoba untuk mencari formula yang mudah, tetapi yang pastinya solusi camouflaging/masking butuh partisipasi dari kedua pihak NT dan ND. Mengapa? Karena masking merefleksi bentuk komunikasi dan keahlian sosial yang eksklusif hanya untuk neurotipikal. Kita bisa berargumen bahwa tidak semua orang autistik sama dan ada beberapa yang memiliki keahlian sosial yang tidak harus menutupi karakteristik autistik mereka. Kita bisa berargumen ada beberapa autistik yang passing karena justru mereka tidak mengalami masalah mengikuti norma/nilai interaksi sosial yang sangat mengikuti cara allistik atau neurotipikal. Tetapi kita harus balik kembali bertanya:

Mengapa tidak memasukkan orang autistik dalam pembentukan norma/nilai sosial?

Semua bentuk konstruksi sosial harus inklusif. Termasuk norma/nilai sosial. Mengapa? karena masalah sosial seperti diskriminasi sistemik akan terus terjadi jika tidak ada perubahan dari dalam. Kita bisa memakai berbagai analog seperti bola salju, teori kupu-kupu, atau sonar, tetapi intinya apa yang kita lakukan akan mempengaruhi persepsi orang lain. Maka dari itu masking menjadi sebuah fenomena karena persepsi non-autistik terhadap orang-orang autistik salah dan masih sangat terbentuk oleh stereotip serta stigma. Tetapi untuk mengubah stereotip itu, ‘menginfiltrasi’ dari dalam sebenarnya tidak cukup. Persepsi non-autistik harus berubah mengikuti apa yang orang-orang autistik benar-benar tunjukkan dengan cara, tentu saja, pembiasaan/normalisasi.

Seperti penggunaan tagar #AutismAcceptanceMonth bukannya #AutismAwarenessMonth, menggunakan lambangan infinity ketimbang puzzle. Pengubahan dialektika ini berpengaruh sekali untuk orang autistik karena artinya suara kami akhirnya didengar secara seksama (listened) bukan hanya terdengar (heard). Menurut saya, unmasking adalah menerima narasi orang-orang autistik tentang autisme. Menurut saya, unmasking adalah tidak takut untuk membuka tentang identitas atau disabilitas kita. Menurut saya, unmasking adalah mendapat kesempatan dan hak yang setara (equal) dan pantas (equitable). Saya akan mengelaborasi semua ini dengan membagi artikel ini menjadi tiga bagian:

  1. Teori Sendok
  2. Urgensi untuk Melibatkan Orang Autistik
  3. Urgensi untuk Menjadi Diri Sendiri

Saya memulai dari topik yang paling ringan tetapi menurut saya sangat membantu untuk memahami kriteria autistik seseorang. Teori ini bukan Teori yang sulit dimengerti dan bisa diaplikasikan dalam bentuk apapun.

A. Apa Itu Teori Sendok

Teori Sendok adalah sebuah teori yang dibuat oleh seorang penderita lupus bernama Christine Miserandino. Suatu saat ia makan bersama dengan temannya di sebuah restoran dan dia menunjukkan ke temannya bagaimana rasanya sehari-hari sebagai pengidap lupus. Dia menggunakan sendok untuk mendemonstrasikan aktivitas apa saja yang ia lakukan sampai ia kehabisan sendok.

Inti dari teori itu adalah, Christine mengkuantitatifkan seberapa banyak stamina yang ia punya untuk menjalani kegiatan sehari-hari. Teori Sendok memang dibuat oleh penderita lupus, tetapi banyak pengidap penyakit kronis, mempunyai penyakit mental, dan orang-orang Neurodivergent yang mengadopsi teori ini untuk menjelaskan dengan simpel bagaimana kadang, ia tidak bisa melakukan suatu kegiatan atau pergi ke suatu acara, atau apapun bentuk pengambilan keputusan hidup.

Stamina, sering disalahgunakan dalam bahasa sebagai seberapa lama tubuh kita bertahan dalam melakukan suatu aktivitas (biasanya olahraga) dalam jangka waktu yang panjang. Tetapi sebenarnya yang dimaksud itu adalah endurance (daya tahan). Endurance yang justru berhubungan dengan seberapa lama tubuh seseorang bertahan saat dilatih. Tetapi tentu saja menggunakan istilah ‘daya tahan’ terlalu ambigu.

Stamina adalah kemampuan mental dan fisik seseorang untuk bertahan dalam mengerjakan suatu aktivitas dalam waktu yang lama.

Artinya, justru stamina yang seseorang maksud saat mereka kelelahan mengerjakan proposal penelitian atau laporan finansial atau bahkan bersih-bersih rumah. Semua kegiatan membutuhkan energi dan energi setiap orang pasti berbeda-beda. Teori sendok menjelaskan bahwa sehari-hari, stamina seorang yang memiliki disabilitas atau penyakit kronis tidak akan sama dan pilihan mereka untuk menjalani sehari-harinya akan berefek untuk masa depan mereka kelak. Mengapa? Karena ekspektasi sosial memaksa semua orang untuk menyamakan diri atau mengikuti pola hidup dan alur yang sama.

Tetapi bahkan setiap orang memiliki stamina yang dinamis. Ada beberapa faktor yang bisa mengurangi atau menambahkan sendok kita seperti:

  • Pola hidup
  • Faktor Biologis/Genetik
  • Motivasi diri
  • Umur

Untuk orang-orang dengan disabilitas, penyakit mental, dan penyakit kronis, faktor yang bisa mempengaruhi sendok-sendok kita adalah:

  • Kriteria disabilitas tersebut/gejala penyakit tersebut
  • Komorbiditas
  • Gejala komorbiditas

Saya sering memberi nasehat ke teman-teman yang tengah depresi untuk, “jangan paksain diri, entar capek, kamu tau sendiri batasan kamu dimana, nanti bisa nge-snowball,” dan memang benar. Energi atau stamina seorang autistik akan berbeda dan lebih sedikit dari teman allistik/neurotipikal mereka. Mengapa? Karena disabilitas kita. Dunia kita tidak terakomodasi untuk seseorang dengan neurotip seperti kita sehingga lingkungan kita tidak ramah sensorik, norma sosial dan komunikasi kita rigid mengikuti aturan neurotipikal, dan berbagai hal lainnya.

B. Bagaimana Seorang Autistik Mengaplikasikan Teori Sendok

Kita lihat diagram ini oleh If You’re Flappy and You Know It:

Ini bisa kita bilang laci (drawer) autisme. Laci kita bisa melebar dan diperinci. Seperti membagi seksi [komunikasi] menjadi [wicara] dan [bahasa], dan executive functioning memang sebuah kriteria yang cukup kompleks karena mencakup berbagai macam bagian. Lalu kita juga bisa menambahkan [kecemasan] sebagai satu kotak khusus. Belum lagi saya memiliki komorbiditas Bipolar Disorder dan setiap saya depresi, saya tahu stamina saya sangat berkurang. Tetapi saat manic/hypomanic, energi saya cenderung lebih banyak. Karena Bipolar bentuknya episodik, mengetahui jumlah sendok sangat penting karena setiap episode akan berlangsung lebih dari sehari atau dua hari, sementara jumlah sendok kita bergantung pada apa yang kita lakukan sehari sebelumnya. Belum lagi memasukkan rutinitas sehari-hari dan obligasi lainnya. Tetapi sebenarnya kebanyakan pola hidup kita bergantung pada ciri autistik kita. 

Mungkin laci saya bentuknya lebih seperti ini dan bandingkan dengan episode bipolar:

Penjelasan Setiap Kategori:
  • Sosial: Menurut saya, puncak dari masking, bahkan saya bisa berargumen ini yang disebut Embrace ASD dari Asimilasi. Daya tahan untuk terlibat di antara banyak orang, daya tahan untuk melakukan aktivitas sosial, daya tahan untuk mengikuti pola norma sosial, untuk selalu update dengan apa yang terjadi di sekitar atau di berbagai bagian dunia, daya tahan untuk tetap menampilkan sesuatu ke orang sekitar dan melepas keinginan pribadi
  • Komunikasi: Daya tahan untuk berinteraksi dengan berbagai macam orang, menjalin hubungan mau kekeluargaan, platonik, atau romantik, daya tahan menggunakan komunikasi dengan media apapun
  • Sensorik: Daya tahan menghadapi Gangguan Proses Sensorik dan synesthesia
  • Fisik: Daya tahan tubuh di luar dari isu sensorik seperti motorik saya, imunitas, dsb
  • Emosi: Daya tahan meregulasi emosi termasuk kecemasan
  • Bahasa: Daya tahan menutupi atau mengkompensasi kesulitan berbahasa
  • Fungsi Eksekutif: Serentetan keterampilan kognitif untuk mengeksekusi suatu kegiatan seperti perhatian, ingatan, keterampilan mengorganisir, problem solving, introspeksi diri, mengkonseptualisasi, menginterpretasi, dsb
Penjelasan Lebih Lanjut:

Tidak banyak yang bisa saya jelaskan untuk laci sendok saya yang sebenarnya ada hanya saat saya “stabil”, alias tidak sedang dalam episode bipolar dan tengah dalam medikasi/terapi. Saya akui ini tidak sempurna, jumlahnya juga bukan jumlah literal. Saya tidak tahu jumlah aslinya berapa. Tetapi saya mendukung untuk setiap orang autistik merancang lacinya sendiri mau secara di sebuah jurnal atau planner atau hanya sebagai catatan mental.

Saya perhatikan selama dari kecil, eksekutif fungsi saya adalah kekuatan saya, walau tentu saja bukan yang terbaik. Mungkin ada yang berpikir bahasa, karena saya bilang di twitter saya bahwa saya suka nulis, tetapi itu hanya karena Special Interest. Saya sebenarnya cukup kesulitan dalam mengartikulasi bahasa dan menangkap apa yang orang katakan atau tuliskan.

Balik lagi ke fungsi eksekutif, semakin tua, karena saya memiliki komorbid Bipolar Disorder, fungsi eksekutif saya malah berkurang dan mau manic atau depressed, eksekutif fungsi saya berkurang karena berbagai faktor yang berhubungan dengan gejala bipolar-nya.

Saat saya depresi, yang memang berlangsung lebih lama dari manik saya, hampir semua sendok berjumlah sama. Maka dari itu sering ada istilah ‘high-functioning depression’ walau saya juga tidak suka istilah itu karena sifatnya yang ‘slow burn’. Saya cenderung statis, memang, dan mengurangi kegiatan sosial cukup bagus agar tidak meresikokan sendok sensorik saya, tetapi semakin lama jika tidak diobati dan tentu saja dibantu dengan coping mechanism, tubuh saya yang mendapat dampak buruknya.

Sering ada stereotip bahwa orang bipolar akan lebih produktif saat manik, tetapi untuk saya itu hanya terjadi dalam waktu yang singkat. Pengalaman saya, impulsivitas dan rapid thinking membuat saya lebih sering melakukan hal yang tidak produktif dan lebih hedonistik (haha) seperti hoarding, multitasking tugas atau proyek yang berakhir terteter, mengikuti kongkow-kongkow atau melakukan kegiatan beresiko untuk memberi makan adenalin dan euphoria saya. Maka dari itu sendok sensorik saya lebih dikit karena saya meresikokannya untuk masking terus selama manik. Saya juga sering meltdown sampai ngamuk dan cukup agresif.

Malahan, jika saya “stabil”, justru saya lebih sedikit mempunyai sendok sosial karena saya lebih bisa unmasking. Ini ada hubungannya dengan fungsi eksekutif saya yang paling banyak. Begitu juga bagaimana walau fungsi eksekutif adalah kekuatan, special interest saya berhubungan dengan bahasa dan bagaimana saya menggunakan fungsi eksekutif untuk membantu saya dalam hal penulisan. Tapi saya akan menjelaskan keduanya lebih lanjut di poin D.

C. Bagaimana Seorang Autistik Menghitung Sendok Mereka?

Banyak model yang orang gunakan untuk menghitung sendok. Ada yang membasiskan dari rutinitasnya: misal rutinitas pagi jatahnya berapa sendok, atau seperti saya yang di atas, hanya menggunakan kriteria autisme sebagai patokan untuk menghitung sendok. Gunanya untuk fleksibilitas karena masalah sensorik saya sendiri selalu menghadapi tantangan yang tidak disangka.

Breakdown Tabel
Bangun pagi, cuaca lebih dingin dari biasanya karena saya tinggal di daerah yang cukup dinginHypersensitif karena saya memilki masalah sensorik interoception dalam mendeteksi suhu tubuh(-) 1 sendok sensorik
Mandi, buka pintu kamar mandi berdecit karena belum diperbaikinMisophonia terpicu dan kecemasan meningkat(-) 1 sendok sensorik
(-) 1 sendok emosi
Memakai baju, berlapis-lapis karena cuaca dinginBadan lebih hangatTidak ada sendok yang berkurang
Meditasi pagi dengan headphone dan musik lembutKecemasan mereda(+) 1 sendok emosi
Sarapan, makan yang berbumbuFood aversion terhadap makanan yang terlalu berbumbu atau berbau tajam(-) 1 sendok sensorik
Naik bus, pakai headset, banyak orang yang berangkat pagiMisophonia kembali terpicu karena suara dari orang sekitar, memperbesar suara headphone(-) 1 sendok sensorik
Mencium bau tubuh orang sekitar/knalpothipersensitif penciuman (olfactory hypersensitivity)(-) 1 sendok sensorik
Turun dari bus, kampus saya berada di kota yang lain sehingga temperaturnya juga berbeda. Belum lagi saya baru saja dari bus yang penuh sehingga suhu tubuh saya panasKegerahan, susah meregulasi suhu tubuh. Kembali saya merasa kelelahan karena perubahan suhu membuat saya sensitif dan pening(-) 1 sendok sensorik
(-) 1 fisik
Masuk kelas, mengobrol dengan teman samping bangkuKontak mata, mencoba memahami candaan (kesulitan bahasa), mencoba fokus setelah dari bangun sampai commuting mengurangi sendok sensorik(-) 2 sendok sosial
(-) 1 sendok executive functioning
Dosen mengajar di kelas berisi 50 mahasiswa, menggunakan slide dan mengharuskan mencatat selama 90 menitMultitasking, sensitivitas suara menangkap berbagai suara dari decitan kursi sampai suara pulpen menggesek kertas, kelelahan dari semua kegiatan sebelumnya(-) 3 sendok executive functioning
(-) 1 sendok sensorik
Keluar kelas, turun ke fakultas dimana banyak mahasiswa lalu lalang di lorong dan area sekitar gedung departemenSudah mulai migrain, keringat dingin, dan lelah (sensory overload)(-) 1 fisik
(-) 2 sendok sensorik
Sholat dzuhur di masjid kampus karena mushola fakultas ramaiJalan menuju masjid cukup jauh dan cuaca mulai sangat panas, tetapi setelah itu wudhu dan mencari saf di tempat yang sejuk(-) 2 sendok sensorik
(+) 1 sendok sensorik
Makan siang makanan yang disuka dan tidak terlalu berbumbu, mencari tempat yang sepi dan sejuk di selasar masjidWaktu yang tepat untuk stimming secara privat(+) 1 sendok sensorik
Dosen mengajar di kelas lain yang lebih luas dan mahasiswa berkurang menjadi 30, ia masih menggunakan slide tetapi tidak mengharuskan mencatat sehingga saya bisa merekamnya saja dan fokus melihat ke depan. Belum lagi ia memberi contoh videoWalau mendapat keringanan, tetapi sudah terlanjur lelah dari sensory overload(-) 1 sendok sensorik
Tiba-tiba dosen mengarahkan pertanyaan ke mahasiswaNge-freeze, kecemasan langsung meroket, lidah terasa kelu, jantung berdebar, dan tengkuk basah oleh keringat dingin (tanda-tanda situational mutism)(-) 1 sendok emosi
Selesai kuliah, classmates mengajak makan bersamaMultitasking ngobrol sambil makan, mencoba untuk memahami pembicaraan yang saling tumpang-tindih, mencoba mengartikulasikan respon yang terdengar lebih kasual dan gaul, mengubah wajah untuk terlihat lebih ekspresif, menahan diri untuk tidak terlihat terganggu setiap mendengar kecapan/kunyahan atau decitan dari alat makan, menahan diri untuk tidak menutup hidung saat teman memesan makanan yang berbau tajam, untuk tidak terlihat kegerahan karena sedari tadi pindah-pindah tempat(-) 1 sendok komunikasi
(-) 1 sendok executive functioning
(-) 3 sendok sosial
(-) 2 sendok bahasa
(-) 3 sendok sensorik

Kira-kira seperti ini. Tetapi dengan melihat berapa banyak stimuli sensorik dan kegiatan yang berhubungan dengan kriteria autistik saya, kemungkinan saya meltdown saat pulang atau setidaknya sensory overload; dengan tanda-tanda seperti migrain, keringat dingin, tremor tangan, lebih ceroboh, kurang konsentrasi, dsb. Untuk menambahkan agenda seperti meeting organisasi di malam hari, saya sudah kehabisan sendok kecuali jika saya istirahat sebelumnya. Itupun jika fisik saya masih punya sendok untuk membawa saya ke tempat meeting. Bayangkan jika seperti ini terjadi setiap hari selama tiga atau empat tahun kuliah. Maka dari itu, banyak orang autistik yang memiliki performa yang bolong-bolong. Bukan karena mereka malas, tetapi karena agenda yang sering diberi ke kita belum sesuai dengan stamina kita.

Cerita sedikit. Ada waktu saat saya sempat bolos satu semester karena depresi dan tetap memaksa masuk semester setelahnya. Saya mengubah semua jadwal menjadi jadwal pagi dan memilih SKS lebih sedikit. Tetapi ada beberapa mata kuliah wajib yang harus diikuti saat siang atau sore, sementara jika saya berangkat di sekitar jam makan siang (12-1), atau berada di kota kampus saya di atas jam empat sore, seluruh jalur akan macet sekali dan perjalanan selama kampus ke rumah dengan bus akan ngaret bisa sampai dua jam lebih. Saya pernah ditegur karena itu dan saya bingung harus jawab apa. Saya sering meltdown di ATM satu bilik atau mushola sepi dekat kampus yang jarang di jamah, saya juga sering shutdown di bus sampai ketinggalan berapa ratus meter karena kelelahan. Saya tidak tahu saya bakal seperti ini, tetapi ternyata commuting adalah kegiatan yang sangat mempengaruhi sensorik saya dan belum lagi stres dari tugas dan ekspektasi orang tua membuat saya lebih mudah sensitif secara sensorik dan emosional.

Selain mengubah jadwal menjadi pagi semua, saya juga melakukan kompensasi lain seperti memakai headphone noise-cancelling, meditasi di jam kosong, menggunakan stress ball, tetapi saya sadar bahwa semua ini membuat saya meresikokan kegiatan sosial dan kesempatan untuk interaksi dengan teman kampus saya. Saya ingat waktu awal kuliah, saya ingin ngekos sendiri agar tidak jauh dari kampus bukan karena ingin pacaran atau ‘ikut banyak organisasi sampai kuliah terlantar’ atau apapun tuduhan yang orang tua saya tunjuk ke saya. Tetapi saya hanya ingin diringankan stresnya. Saya tidak tahu istilah sensory overload, autistic fatigue, atau autistic burnout. Jadi saya hanya bisa bilang, “bu, beh, commuting itu lelah banget, kakak nggak kuat.”

Semester satu saya benar-benar aktif, sampai pertengahan saya hanya bisa jadi KuPu-KuPu. Saya tidak ada masalah dengan KuPu-KuPu, tetapi saya tidak suka fakta bahwa saya harus melakukannya secara paksa. Saya menjadi depresi sampai di semester empat mendapat diagnosa Bipolar Disorder itu. Walau memang banyak faktor yang mempengaruhi munculnya Bipolar, saya tahu puncak dari depresi saya adalah kuliah.

Saya selalu bilang kalau kesulitan anak autistik bisa berkembang dan memang bisa. Saya sendiri yang awalnya mempunyai kelemahan dalam bahasa, fungsi eksekutif, motorik, dan sebenarnya sensorik… semuanya membaik. Dahulu saat saya SD saya lebih sering meltdown dan shutdown dengan suara atau bau sedikit pun. Saya ingat saya paling takut naik taksi karena baunya yang sangat tajam sampai baru masuk dan beberapa detik berangkat aja udah keringat dingin, migrain–sensory overload. Sampai setiap hari mengalami mimpi buruk yang berhubungan dengan sensorik saya, seperti mendengar suara bising dan bangun dengan menangis atau menjerit. Saya juga lebih pendiam dan sangat lambat menangkap apa yang orang maksud. Semakin tua tentu saja setiap anak secara alami berkembang otaknya dan memiliki keinginan untuk belajar.

Tetapi, perkembangan dan kompensasi yang kebanyakan orang autistik alami untuk menyesuaikan diri tidak sebanding dengan tuntutan dan pola hidup yang sangat rigid dan dominan mengikuti NT. Anehnya, banyak yang menganggap bentuk diam kita saat kita menahan meltdown adalah sebuah kekuatan tersendiri. Karena memang dari awal ekspektasinya kita yang mengikuti peraturan anda karena menurut anda dunia ini rumah anda, mungkin? Tetapi saya berani bilang: masking/Camouflaging bukanlah bentuk resiliensi. Karena miskonsepsi itu, yang dicari permasalahan dari orang autistik justru:

  • Perilaku menyendiri
  • Perilaku canggung
  • Perilaku “temperamental”
  • Perilaku dingin/nonekspresif
  • Perilaku panik, meltdown, shutdown, stres atau yang disangka “tantrum”

Tetapi melihat orang-orang autistik hanya dari permukaan tanpa mau menyelidiki lebih dalam tidak akan menguntungkan untuk semua orang. Ableisme masih ada dan malah menjalar secara sistemik di institusi-institusi profesional, banyak orang autistik yang dirugikan, dan banyak potensi yang terbuang.

D. Bagaimana seorang autistik menjaga lacinya agar tidak kehabisan sendok?

Saya tidak menyarankan kalian untuk membuat tabel seperti saya tadi dan menghitung satu persatu, itu hanya ilustrasi saja yang semoga justru memudahkan orang-orang memahami apa yang orang autistik lalui sehari-hari. Untuk pengaplikasian Teori Sendok ini, terserah saja. Sesuaikan saja dengan kenyamanan orang autistik tersebut. Saya tahu banyak orang autistik yang cinta jadwal yang saklek dan rutin, tetapi belum tentu semuanya seperti itu. Banyak faktor seperti stres, kelelahan, atau ada komorbiditas ADHD/ADD yang membuat banyak orang autistik tidak bisa mengikuti rutinitas yang ketat dan memilih membuat jadwal yang lebih longgar. Dari saya sendiri, ada beberapa tips yang menurut saya cukup berguna untuk memulai:

a. Masukkan Istirahat Sebagai Bagian dari Rutinitas

ini terdengar cukup jelas. Rehat adalah kebutuhan paling mendasar selain makan dan berpakaian. Tetapi rehat seorang autistik akan berbeda. Stimming atau self-stimulating adalah kegiatan repetitif yang dilakukan orang autistik bukan hanya untuk meregulasi sensori mereka, tetapi juga untuk meregulasi energi dan emosi mereka. Ketiganya sebenarnya ada kaitan. 

Stres -> hipersensitif -> sensory overload -> meltdown/shutdown -> kelelahan -> stres

Muter aja kayak gitu terus. Biasanya, jika tidak ada kesibukan atau perubahan yang besar, seorang autistik bisa mengkompensasi. Stimming diantara siklus ini dan mengurangi beban yang tubuh mereka lalui, tetapi semakin tua, obligasi juga semakin banyak dan perubahan juga semakin cepat kita lalui. Maka dari itu, seorang autistik yang tidak bisa keluar dari siklus ini akan berujung mengalami autistic burnout.

Autistic Burnout: Kondisi dimana seorang autistik mengalami kelelahan fisik, mental, dan emosional secara berkepanjangan. Ini terjadi saat seorang autistik kewalahan, terkuras secara emosional, dan tidak mampu memenuhi tuntutan terus-menerus.

Sebenarnya fenomena Burnout tidak hanya terjadi pada orang autistik, tetapi orang fenomena ini sangat sering terjadi pada orang autistik karena orang autistik kewalahan untuk mengikuti tuntutan ekspektasi sosial terus-menerus. Untuk orang tua yang terkejut jika tiba-tiba anaknya lebih sering meltdown dari biasanya, mereka akan berpikir anaknya mengalami pengunduran. Seorang autistik dewasa yang tidak tahu kalau mereka tengah mengalami burnout akan merasa ‘lebih autistik’ padahal sebenarnya tidak ada yang berubah dari mereka. Ciri autistik mereka masih sama, tetapi artinya yang mereka butuhkan adalah istirahat dan memperlambat alur kesibukan mereka. Maka dari itu juga ada istilah sensory diet, dimana seorang autistik harus mengurangi terpapar stimuli sensori.

Beberapa Tips Untuk Menghindari Burnout: 
  1. Sensory aid atau alat bantu sensorik itu penting sekali. Mau ini untuk seseorang yang tidak terlalu sibuk atau sangat sibuk, karena beberapa stim toy membantu beberapa orang autistik untuk ‘istirahat’ dalam bentuk stimming, seperti stress ball, mainan bertekstur, atau headset noise cancelling untuk mendengarkan musik lembut atau suara ambient. Saya yang mempunyai misophonia tidak berarti tidak ingin mendengar suara, justru saya sering menggunakan suara untuk mengalihkan perhatian dan menaikkan mood.
  2. Jika kamu sibuk dan benar-benar tidak bisa mencari waktu istirahat, saya ada tips untuk stimming setiap beberapa jam sehari atau setidaknya stimming di akhir hari setiap hari atau beberapa hari sekali. Stimming itu bisa secara sengaja dan justru bagus sekali untuk kita.
  3. Pelajari coping strategies/mechanism. Dari pengalaman saya, memang tidak banyak coping mechanism yang cocok dengan saya karena saya salah sasaran. Kalau saya lelah karena meltdown, menghindari stimuli dan stimming adalah solusinya. Tetapi kadang kita lelah karena executive functioning atau memang karena lagi emosi aja. Maka coping strategies selain stimming bisa membantu. Walau, stimming juga bisa digunakan sebagai taktik untuk regulasi emosi. Coping strategy yang saya suka saat ini adalah ngejurnal, gambar, latihan pernapasan, meditasi, dan joget.

b. Buat Rutinitas/Aktivitas yang Sesuai dengan Lacinya

Saat seorang kehabisan sendok kayu, mereka masih ada sendok stainless steel.

Seperti llustrasi Teori Sendok, tidak semua sektor memiliki sendok yang sedikit dan tidak semua sektor memiliki sendok yang berjumlah sama. Mungkin ada yang sendok komunikasinya lebih banyak, mungkin ada yang sendok sensoriknya lebih banyak sehingga artinya SPD mereka bisa ditangani dengan mereka. Ada juga yang karena berbagai kompensasi (seperti saat saya memakai headphone) cocok dengan pola hidup dan lingkungan sosialnya sehingga tidak harus mengeluarkan sendok.

Tetapi intinya, seseorang yang memiliki kekurangan pasti memiliki kelebihan. Dukung kelebihan seorang autistik. Seperti yang saya bilang, fungsi eksekutif saya bisa saya bilang bukanlah masalah yang lebih besar diantara, (misal) sensorik. Kecuali jika disambungkan dengan komunikasi atau berada di kondisi dimana saya banyak stimuli sensorik. Saya suka dan lumayan mahir dalam problem solving dan membuat struktur. Saya suka jurusan saya walau awalnya bukan special interest, tetapi nilai saya lebih bagus saat saya mengerjakan tugas sendiri ketimbang mengerjakan kerja kelompok. Saya juga suka bentuk kelas online, apalagi yang tidak membutuhkan suara. Kemampuan wicara saya memang sedikit lemah dan untuk berbicara lama saya memang suka lelah dan kehilangan kosentrasi. Maka dari itu saya tidak bisa presentasi berjam-jam.

Ada beberapa faktor yang bisa mendukung sektor yang banyak sendoknya:
  1. Tidak Menyesali yang Tidak Bisa Dipungkiri

Pikiran negatif atau mental block berpengaruh besar terhadap motivasi seseorang. Seseorang yang memiliki kemudahan di satu sisi spektrum autistik dia akan tetap mengorbankan sendoknya untuk kegiatan sehari-hari. Maka itu, untuk mendukung seseorang tentu saja dengan mendorongnya dari belakang. Tetapi bentuk dukungan atau positive reinforcement yang terbaik adalah yang berhubungan dengan orang autistik itu, bukan apa yang kamu asumsikan.

Mungkin ini terkesan jelas, tetapi bahasa cinta yang sangat orang autistik apresiasikan adalah justru jika berhubungan dengan karakteristik autistiknya. Tips ini berlaku bahkan untuk orang autistik sendiri yang merasa motivasi yang sama seperti orang lain di sekitar (seperti mengikuti karir yang orang kebanyakan pilih) akan membuatmu juga senang walau kamu tahu karakteristik autistik kamu tidak sesuai atau kamu punya Special Interest yang berbeda. Karakteristik autistik apapun–tidak ada hubungannya dengan seberapa banyak jumlah sendoknya–harus didukung karena ini berguna untuk meringankan beban seorang autistik yang selalu merasa ia harus menyediakan sendok yang banyak/maksimal di sektor sendok yang dia paling unggul!

Belum lagi, sering kita kekurangan sendok tanpa sangka (seperti di tabel saya, tiba-tiba dosen menyuruh menjawab pertanyaan di tengah kelas dan situational mutism saya muncul). Jadi jangan karena seorang autistik terlihat jago dalam komunikasi, tidak berarti mereka harus mengikuti komunikasi allistik terus menerus. Justru, saat anda melihat seorang autistik berkomunikasi sesuai yang dia mau (seperti menggunakan AAC) dukunglah dan beri mereka kata-kata afirmasi bahwa mereka sudah berusaha yang terbaik mungkin. Saya akan mengelaborasi lebih di poin E.

2. Special Interest

Special Interest adalah sebuah fiksasi atau minat yang bisa sangat mendalam dan spesifik. Walau memang saya bilang jurusan saya awalnya tidak ada hubungan dengan special interest saya, ada titik dimana Sosiologi menjadi SI saya dan itu artinya SI juga bisa berubah. Tetapi pertama-tama, untuk orang tua, SI seorang anak tidak harus dikhawatirkan. Banyak orang autistik sukses yang membasis karirnya dari SI mereka. Bahkan SI yang terlihat sepertinya niche banget atau spesifik dan aneh banget. Jangan takut juga dengan opini orang lain tentang “obsesi” anak. Anda akan kaget melihat potensi yang muncul dari seorang anak yang mendapat kemudahan dalam SI, seperti Greta Thunberg yang memilih lingkunganisme sebagai SI dan Satoshi Tajiri pembuat Pokemon yang memilih mengoleksi serangga sebagai SI.

  • Gunakan Special Interest untuk menjadi motivasi dan titik fokus seorang autistik.
  • Bahkan jika ada pekerjaan sekolah yang tidak berhubungan dengan SI, gunakan SI anak untuk memotivasi: seperti menonton sebuah kartun yang berhubungan dengan SI atau sebuah aktivitas yang berhubungan dengan SI
  • SI bisa menguatkan kesulitan seorang autistik. Seperti untuk pengalaman pribadi, SI saya fiksi. Karena itu saya bisa belajar ekspresi, gestur, bahasa non-verbal, makna ganda, dsb. Kelemahan saya dalam bahasa, komunikasi, dan sosial tertolong karena SI saya.

3. Familiaritas

Familiaritas memudahkan beban seorang autistik untuk sehari-hari atau untuk waktu saat terpapar stimuli yang tidak kita sangka. Walau begitu, familiaritas tidak hanya rutinitas yang rigit. Memang ada beberapa orang autistik yang bahkan perjam menjadwal harinya, ada yang tidak dan hanya mengikuti ritme yang membuat dia nyaman. Yang pastinya, untuk memastikan seorang autistik untuk tidak menyia-nyiakan sendoknya, berilah aktivitas yang familiar menurutnya. Seperti saat saya memilih semua matkul yang berada di pagi hari. Walau ada yang berbeda beberapa jam, tetapi perbedaannya tidak terlalu jauh. Bisa juga bukannya mengeliminasi, tetapi menambahkan kegiatan yang bisa menyamakan ritme dan memasukkan istirahat di Jadwal.Untuk kasus lain, misal dalam mengerjakan tugas, saya familiar dengan membuat kerangka sebelum menulis esai. Walau saya sering ngelantur jauh karena infodumping, saya bisa balik ke kerangka saya saat saya rasa esai saya tidak berujung.

Hal ini juga bisa diaplikasikan ke kegiatan sosial. Seperti cara saya berteman, saya cenderung lebih mudah berteman dengan yang mengerti SI saya. Maka dari itu juga saya masuk komunitas-komunitas yang mendukung SI-SI saya. Jika dia seorang classmate atau siapapun yang mengenal saya tetapi bukan karena SI, seperti sahabat saya, memang butuh waktu lama untuk membangun familiaritas yang berujung membangun kepercayaan mutual. Sahabat saya adalah seseorang allistik yang saya kenal semenjak SD. Butuh waktu sampai saya lulus kuliah untuk benar-benar saling memahami satu sama lain. Dia juga terbiasa dengan cara komunikasi saya yang cenderung mengulang-ulang, salah sambung, sering typo, dsb, hahahaha. Saya juga familiar dengan cara dia berbicara, cara dia nge-text, cara dia berpakaian, bahkan baunya.

Contoh lagi yang lebih simpel adalah makanan. Saya selalu milih-milih kalau sarapan karena pagi adalah waktu dimana tubuh saya paling sensitif. Begitu juga baju, maka banyak orang autistik yang suka memakai baju yang sama atau dengan merek dan material yang sama. Jika kita lihat contoh-contoh di atas, sepertinya terbayang bentuk motivasi apa yang orang autistik senang, kan?

E. Bagaimana kita Bisa Memberi Akomodasi untuk Orang Autistik dalam Unmasking?

Bagian terakhir adalah beberapa ide yang bisa kamu aplikasikan di kamar, rumah, bahkan tempat semi-publik atau publik. Bagian ini lebih ke bagaimana kita bisa mengintegrasikan Teori Sendok agar orang-orang autistik tidak harus selalu masking, bisa dalam lingkungan alam atau sosialnya. Ini hanya beberapa ide, tetapi semoga bisa menginspirasimu dan orang sekitarmu.

  • Buat lingkungan yang ramah autistik
  1. Kemudahan komunikasi alternatif: Masalah sensorik seorang autistik bisa mempengaruhi indera pendengaran, penglihatan, dan wicara mereka. Dari tablet atau buku berisi visual cards di daerah yang mudah dijangkau di pojok-pojok atau ruangan tinggi kegiatan (high-traffic) seperti dapur atau ruang keluarga, sampai menaruh caption untuk layar-layar instruksi di tempat umum, komunikasi alternatif tidak hanya berguna untuk orang autistik, tetapi untuk orang-orang difabel lain.
  2. Lingkungan sensory-friendly: seperti memiliki lampu yang bisa diatur keterangannya, air-purifier atau mengurangi penggunaan air-freshener yang tajam, dan buat ruangan se-auditory friendly seperti memakai karpet atau material di bawah meja atau kursi agar tidak berdecit kencang, membiarkan murid atau anak menggunakan ear buds atau ear-defender. Makanan di cafetaria ada pilihan yang tidak terlalu berbumbu.
  3. Isolation/familiar space/room: jika perokok saja dapat smoking room, orang-orang ND ada ruangan khusus untuk mereka istirahat atau stimming atau meregulasi diri. Tempat ini bersifat rendah kegiatan (low-traffic), juga sensory-friendly tetapi dengan tambahan mungkin memberi aksesibilitas pada sensory aid yang bisa digunakan secara umum atau sebuah tempat penyimpanan sensory aid. untuk di rumah, banyak orang tua yang membuat ruang atau pojok sensorik dimana isinya stim toys favorit atau sensory aid favorit seperti selimut tebal (weighted blanket) atau kursi goyang, dan mungkin sebuah objek yang berhubungan dengan special interest.
  4. Kemudahan mobilitas/transisi: mobilitas adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dan ini berlaku di rumah dan di lingkungan yang lebih besar atau organisasi. Maka dari itu buatlah transisi dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain mudah. Seperti balik ke tabel Teori Sendok saya, mobilitas dari kelas satu ke kelas lain memang cukup jauh karena saya harus berjalan dari gedung satu ke masjid yang jauh dan ke gedung lain. Untuk beberapa orang autistik dengan kesulitan motorik, hal ini akan sangat melelahkan. Untuk di rumah, kamar seorang yang dekat dengan area yang memberi stimuli tinggi, seperti dekat dapur atau dengan sirkulasi udara yang rendah akan memaksanya untuk terus pindah-pindah ke tempat yang nyaman. Bisa dibilang, mobilitas itu juga sendok tersendiri yang setiap orang autistik harus ambil.
  • Edukasi seluruh anggota terhadap karakteristik autisme dan praktekan pola hidup yang ramah autisme: 

Sebenarnya untuk bagian ini akan saya lebih elaborasi di artikel ke dua, tetapi masih masuk akal dengan Teori Sendok. Seperti di diagram laci sendok If You’re Flappy and You Know It dan laci saya (dan mungkin untuk banyak diagram Teori Sendok di artikel oleh orang autistik lain), kita memasukkan Sosial, Komunikasi, dan Bahasa. Artinya, tiga sektor ini bisa melelahkan. Maka dari itu mari saya beri sedikit ide bagaimana untuk mengakomodasi itu:

  1. Keluarga: adalah komunitas terkecil dan gol disini adalah agar anak tidak masking di rumah. Terutama anak remaja, walau saya sering dengar orang tua di grup-grup bahwa anaknya bisa masking dari umur yang lebih muda. Apa sendok yang dibutuhkan anak? Jika berbicara adalah kesulitan anak, biarkan anak menggunakan AAC dan biasakan seluruh anggota untuk menerima cara komunikasi seperti itu. 
  2. Peer Group atau pertemanan: Mungkin bisa dibilang ini bentuk komunitas yang paling susah untuk tidak masking dan untuk ini saya juga berencana mengelaborasi lebih lanjut. Tetapi jika anda orang tua, mengajarkan pertemanan yang baik seperti mengajari tentang batasan (boundaries) adalah awal mula yang baik. Jangan memberi ekspektasi bahwa anak akan menemukan peer group mereka masing-masing tapi malah kaget saat tahu temannya berteman dengan grup yang anda tidak suka. Orang autistik cenderung menangkap segala hal secara literal dan maka dari itu kita mudah dibohongi serta dimanipulasi. Kita termasuk teman yang ‘polos’ dan jika semakin diberi ekspektasi untuk masking akan membuat seseorang mudah terpengaruh oleh orang lain. Pola hidup autisme disini justru menggunakan pola pikir literal orang autistik yang kebanyakan orang pikir sebagai kelemahan karena stigma ‘polos’ ini, justru sebagai kekuatan untuk mengajarkan pentingnya kejujuran dan komunikasi efisien serta efektif.
  3. Organisasi/institusi: Beri pelatihan atau edukasi terhadap autisme. Ini sudah sangat jelas dan jangan saja bayangkan seorang autistik sebagai bawahan atau rekan yang hanya ada di kantor yang sama atau di organisasi yang sama. Bayangkan orang autistik sebagai atasan anda atau seorang rekan yang akan bekerja dengan anda dalam sebuah proyek. Menerima pola hidup autisme adalah untuk mulai bekerja dengan transparan, struktur organisasi yang benar-benar bergerak sesuai fungsinya, dan untuk menggunakan komunikasi efektif.

Segitu saja dulu untuk Tips pertama dari seri Unmasking, semoga dengan melihat masking dari Teori Sendok saya harapkan memudahkan kita untuk paham perbedaan level energi seorang autistik dengan allistik, struggle yang kita lalui mau secara neurologis atau sosial, dan seberapa penting menjaga diri kita, dari kesehatan fisik dan mental.

Published by wandervergent

Seorang autistik dewasa yang juga mempunyai Bipolar Disorder, OCD, dan C-PTSD. Mahasiswa Sosiologi bangkotan. Saya suka menulis dan melukis.

Leave a comment

Design a site like this with WordPress.com
Get started